Dahulu kala, para ahli literasi yang menerjemahkan Kitab Suci kedalam bahasa ibu mereka (kalau kita, bahasa Indonesia) kesusahan dalam mencari kata yang pas untuk mewakili entitas bernama Tuhan. Mau disandangkan, 'seorang Tuhan', terdengar tidak pantas, ;masa Tuhan disamakan manusia yang disandangkan kata yang serupa. 'suatu Tuhan', juga gak pantes. Sehingga, mereka menemukan kata 'zat' yang dianggap pantas untuk menggambarkan Tuhan dalam litetasi.
Tidak ada yang tahu bagaimana wujud zat sama halnya kita tidak tahu bagaimana wujud Tuhan. Sehingga, hal ini lah yang barang kali mendasari pemikiran bahwa kata zat adalah kata yang pantas untuk menggambarkan Tuhan. Tak ada yang tahu bagaiman bentuk zat, tapi ada segelintir orang yang mengerti reaksi & akibat yang dikeluarkan
Tapi, meski begitu, kita tidak boleh menyamakan sifat sifat Tuhan dengan sifat sifat benda yang menyandang kata zat. Seperti atom, molekul, atau ion. Kenapa?, sebagai manusia yang hidup dibawah kendali-Nya. Sejauh apapun kita berfikir tentang Tuhan, semua itu akan salah. Karena, kita memang tidak dirancang demikian semenjak kita lahir. Kita terkadang menganggap benar tentang gagasan gagasan yang berhubungan dengan Tuhan. Dan disitulah puncak 'kesombongan' yang dimiliki oleh mahluk yang bernama manusia. Seperti, menganggap bahwa Tuhan yang maha sempurna adalah refleksi dari kekurangan & kesalahan manusia, sehingga manusia dituntut dalam hidupnya untuk selalu menjadi lebih baik, atau Tuhan adalah kesatuan yang sama dari alam semesta yang mengatur dan memberi makan kepada organisme di dalamnya. Ini merupakan gagasan gagasan yang salah, bahkan sebelum kita benar benar memikirkannya. Pikiran kita tidak dirancang sedemikian rupa sehingga kita bisa menyimpulkan konsep ketuhanan. Seolah olah semua itu adalah kebenaran dengan melihat bukti empiris yang seolah olah mendukung kavalidannya.
Tidak ada yang pernah tahu bagaimana konsep diri/perwujudan Tuhan. Kalo kita boleh membayangkan sedikit saja pasti kita akan membayangkan bahwa Tuhan adalah seorang laki laki tua, yang berjenggot putih dan memakai jubah putih. Kenapa kita dengan natural bisa membayangkan hal demikian padahal kita sama sekali belum pernah melihat Tuhan atau -katakanlah kita belum pernah menonton film Bruce Almighty yang di film itu Tuhan digambarkan sebagai Morgan Freeman dengan sifat yang bijak?. Biar gua ulangin lagi,
semua pikiran/gagasan pendapat kita tentang perwujudan Tuhan tidak ada yang benar, kecuali pikiran yang menganggap bahwa Tuhan itu maha segala galanya
Artinya, pikiran kita sejak dilahirkan di dunia atau bahkan ketika masih di alam arwah telah disetting bahwa entitas yang wajib diakui ke-maha-annya adalah Tuhan. Dan segala gagasan yang menyimpang adalah suatu bentuk kesombongan.
Dan apapun penggambaran tulisan mengenai Tuhan, belum bisa menggambarkan bagaimana kondisi Tuhan itu. Termasuk, kata Zat.
Zat yang diceritakan pada kitab suci belum tentu sama dengan zat yang kita ketahui di dunia tentang atom dsb. Tapi sudah pasti ada sesuatu yang lebih agung di luar sana (katakan akhirot) yang jauh dari apa yang pernah kita pikirkan.
Terus hikmah yang diambil apa?
Hikmahnya adalah kemampuan literasi kita takkan pernah bisa menggambarkan 'apa itu Tuhan' sebenarnya. Sehingga apa yang kita baca dalam kitab, belum tentu seperti apa yang kita bayangkan. Sudah pasti dibalik semua itu ada keagungan yang jauh luar bisa