Lagi lagi Indonesia dilanda musibah asap. Menurut berita yang dilansir, kabut asap ini disebabkan oleh perusahaan perusahaan yang ingin membuka lahan. Mereka tidak bersalah, yang bersalah adalah orang orang yang dibayar untuk membakar. Dengan upah kurang lebih lima ratus ribu rupiah, mereka bersedia membakar hutan meskipun asapnya ngebul sampai Singapura.
Jelas mereka salah!. Suruh siapa mereka melakukan hal itu. Perusahaan perusahaan tidak bersalah karena seandainya sebelum itu mereka tidak berhasil menemukan orang yang mau membakar hutan, pasti kejadian kebakaran ini takkan terjadi.
Tak hanya orang orang yang membakar ini yang disalahkan, tapi juga kepala negara. Bukan orang lain, bukan aparat, bukan polisi hutan, apalagi gubernur. Karena kita tahu beliau sedang melakukan tugas suci mulia di negara tetangga. Membersihkan kuku, berselancar dan travelling. Semua itu membutuhkan kerja keras, kadang kehausan karena capek menunggangi papan selancar bersama ombak pantai.
Banyak yang dirugikan dari kejadian ini, mulai dari kebakaran yang merember ke dusun dusun, asap yang menghalangi jarak pandang, hingga kematian.
Lho apa bisa asap menimbulkan kematian? Kasian sekali!
Yang aku tahu nama depannya, Bin/Binti |
Tentu bisa, tapi itu bukan hal yang paling menggegerkan hingga naruni kita tertohok. Ada hal lain, yaitu asap tidak hanya menghalangi jarak pandang, tapi juga ketampanan seseorang. Lihatlah, kita begitu iba mendengar berita ini, karena tidak mungkin tidak, jika suara tersebut tak didengar, maka Bapak Presiden takkan mau membiat video vlog bagaimana menangangi kebakaran hutan, yaitu dengan menyiram sisa sisa abu. Apinya?, ya ada dibelakang layar tapi kita tak perlu tahu. Yang harus kita tahu adalah kerja, kerja, kerja, kerja, kerja, dan kerja. (Sengaja kata 'kerja' nya diperbanyak. Satu kata 'kerja' = 1 langkah indonesia maju, 1 langkah indonesia maju = 1 pasal RUU)
Ingat ketampanan itu berharga, baru nyawa. Karena suara 'asap-ini-menghalangi-ketampananku' berasal darii suara mahasiswa yang ternyata gak terlalu tampan