Murid Luar Biasa


Kios pakaian begtiu sejuknya dengan aura pendingan buatan. Dan mbak mbak sales yang ngintilin saya kemanapun saya pergi, tenang mbak saya kesini cuma ingin lihat lihat saja. Hampir tidak punya niatan untuk membeli sepatu merk eropa ini. Meski KW tetap saja saya tidak punya duit

Disamping saya, berdiri seorang anak.  Anak, yang dari tampang tampangnya bukan anak sembarangan. Anak yang bersekolah di sekolah luar biasa, dengan guru yang luar biasa, kepala sekolah luar biasa, penjaga gerbang luar biasa. Ditambah para orang tua yang selalu membanggakan mereka entah dimana letak kebanggaannya.

Iya, pasti semua orang tua. Anak ini membawa kertas, disitu tertulis, anak ini punya gangguan sindrom sejak dilahirkan, tanggal 23 Juni 2012, kolom nama orang tua dibiarkan kosong, begitu pula dengan nama anak ini.

Saya kebingungan  rumah sakit mana yang membiarkan hal ini terjadi? padahal, rumah sakit jaman sekarang punya standar khusus pelayanan. Masa, bisa bisanya, kolom identitas anak sepeti ini dibiarkan kosong. Nanti bagaimana kalau orang tua tertukar mengambil anak dari ruangan bayi (yang biasanya banyak bayi diinapkan disana), apakah mereka mengira ngira bayi dengan wajah paling mirip dengan bapaknya?

Anak itu menatap saya dengan pandangan yang juling, saya pernah melihat orang mabuk di bar tidak separah ini cara tatapnya. Orang mabuk biasanya suka memberikan kesan lucu, yang tidak bisa bikin habis pikir. Ada yang joged ga jelas sampe sampe roboh di lantai dansa, gelesotan di sofa dengan perempuan perempuan penghibur, paling lucu ada yang sampai ngigau tidak jelas, katanya dia mau pergi ke Mars. Lucu lah kalau mengingat hal hal itu

Tapi anak ini?, saya malah jengkel. Saya malah ingin manamparnya keras keras. Tapi berhubung disini banyak orang orang yang takaran belas kasihannya melebihi dosis. Saya turut mengibakan anak ini.

Justru saya berharap anak ini bisa memberikan kesan lucu sama halnya dengan teman teman mabuk barusan. Apa saja, lakukanlah nak. Salto kek, joged joged random kek, atau ganggu coba perempuan yang sedang mengantri minuman disana. Pasti itu akan membuat orang orang seisi mall ini terhibur, Mengingat band yang menendangan lagu lagu lebay itu tidak mengusik suasana, malah tambah bikin garing kerontang

Saya masih melihatnya, dengan lirikan iba tapi menahan kepalan tangan saya ingin menghantam
Selagi saya bersemayam dalam kegregetan. Anak ini mendekat ke saya, katanya "Huawahuaw"

Ngomong apa anak ini? bahasa apa ini? Oh, apa jangan jangan mabuk juga?
Anak ini bukan bayi, anak ini kalau dibandingkan dengan anak sehat pada umumnya mungkin berkisar sepuluh tahunan. Tingkahnya, semakin mengada ngada. Sebenarnya saya punya ide membawa anak ini ke bar untuk bersaing dengan teman teman saya

"Mas, itu adeknya?", kata si mbak yang tidak jauh diseberang saya
Dalam hati, "Eh, enak aja. Masa iya, saya punya adek seperti ini?". Tapi saya menyimpan itu. Mungkin akan saya bagikan untuk membuat teman teman tongkrongan saya tertawa

"Huawauwauwhuauwa".
Anak ini abnormal. Saya bingung mau meladeninya. Nanti, orang orang mengira saya abangnya lagi. Padahal, saya jauh lebih cerdas daripada anak ini

"HUawhawhawhahwha,  huahwahawhaua", berbicara dengan liur menguntai dari ujung mulutnya. Membuat orang pasti berpaling.

Biklah, untuk keputusan yang terakhir maka saya akan cuek. Saya akan menganggap anak ini tiada. Maksudnya, saya akan membiarkan anak ini sebebas yang ia mau

"HUAHUAHAUHUAWAUWAHUAHWUA!", anak ini bersuara lebih kencang. Bahkan sampai,  semua orang menoleh kepadanya. Dan kepada saya. Seolah olah ini adalah kesalahan saya.

Baiklah saya pergi.
Saya pergi menjauh dari tempat itu, saya turun lewat elevator, melewati kios pakaian pakaian lain, lalu kios sepatu, lalu melewati sales sales yang menjajakan brosur. Iya, brosur

Dan sampailah saya di pintu gerbang mall, bunyi kemacetan langsung terdengar, dan bau bau semerbak pedagang makanan juga merasuk. Dan yang lebih melegakan lagi, anak itu sudah tidak ada

Saya meregangkan tubuh sementara, ketika saya menolehkan kepala ke kiri ke kanan lalu ke kiri lagi. Anak itu, anak yang bicaranya tidak jelas, anak yang baru saja menuduh saya sebagai abangnya berada tepat di depan kios kopi mahal!, tepat tidak jauh dari saya. Lah?, bagaimana bisa? Siapa orang yang mau  menggotong anak ini sampai kesini

Bodo amat, tanpa pikir panjang, saya berlari ke parkiran, memasukkan kunci dan memakai helm yang sudah lapuk. Saya keluar parkiran, menodongkan karcis ke petugas  Lalu pulang

Dalam hati, saya mengandai ngandai bagaimana jika anak ini bukan anak. Anak ini adalah setan!, tuyul yang mencoba merampas harta saya. Tolong jangan rampas apa apa dari saya, saya tak punya apa apa lagi selain helm lapuk dan motor bebek jadul.

Sesampainya di rumah saya menceritakan segalanya kepada ibu, karena ibu satu satunya yang bisa saya ajak bicara, enggak sekali saya cerita kepada bapak, soalnya kalo saya bercerita panjang lebar suka tidak nyambung dengan relung pikirannya dan hanya menambah nambah energi untuk mengulanginya dari awal,

Beceritalah saya kepada ibu, termasuk anak autis ini. Nah, waktu saya mengatakan kata 'anak autis', ibu langsung sergap menjawab, "Hus, kamu juga dulunya begitu!"

Saya terkejut. Saya juga miris, saya berharap ibu tidak pernah berlari meninggalkan anaknya sendiri di mall
Post a Comment (0)
Previous Post Next Post